Malam itu mengantar kami hingga
ke Jakarta. Ini kali pertamaku untuk naik kereta perjalanan sejauh Surabaya –
Jakarta. Argo bromo anggrek dengan jadwal 20.15 bersiap berangkat sedang
aku masih menunggu pesanan nasi goreng.
Belum makan dari siang. Sambil berlari kemudian mengambil barang bawaan dan
kemudian kami masuk ke kereta itu. Uhhh, si Dadang berusaha membuka pintu
gerbong itu, aku pun ikut membantu hingga terjepit. Au. Eh di samping pintu
kubaca “Tombol pintu otomatis” dengan arah ke tombol. Oh Maan, ternyata itu
tombol untuk buka pintu. Hahha, bodoh!
Malam begitu gelap dan kelam.
Siap menelan siapapun dan apapun di dalam kelamnya. Aku tidak tahu ada apa di
luar sana dan sudah berapa stasiun yang kami lewati. Yang kutahu hanya empat
stasiun tempat dimana kereta ini berhenti. Semarang, tengah malam itu kereta
ini menurunkan penumpang dan kemudian mengangkut penumpang selainnya. Dari
semarang kami menuju stasiun Cirebon, Jatinegara, dan terakhir, Gambir –
Jakarta. Kebetulan kereta lewat jalur utara, jadi tidak terlalu lama
perjalanannya. Jam 6 pun kami sampai di Stasiun Gambir.
Dasar orang ya, perjalanan jauh
tapi tidak mengumpulkan informasi sebelumnya. Kami bertiga, dengan tujuan akhir
LAPAN Bogor. Kami tidak tahu harus kemana setelah dari Gambir. Untungnya senior kami sudah pernah kesana, ya
meskipun rute keretanya beda tapi setidaknya tahu kalau dari Jakarta kita harus
ke Serpong dan kemudian naik angkot ke LAPAN. Berusaha bertanya ke teman –
teman tapi tidak ada yang tahu, tanya satpam, akhirnya menemukan rute. Kami
harus ke Tanah Abang, naik KRL ke Serpong. Oke, kami bertiga naik taksi ke
Stasiun Tanah Abang, tapi sialnya si Sopir gak tau mana stasiunnya. Udah di
kawasan Tanah Abang dan jauh, kemudian bertanya kepada kami, “Mas, tahu masuk stasiunnya
lewat mana?” -_-“, kami aja dari luar kota mana kita tahu. Ini Mas kenapa baru
nanya sekarang coba. Lirik argo udah 30ribu, padahal kata si Bapak Satpam
paling 20ribu taksinya. Akhirnya si Sopir ini nanya sama orang situ, eh
ternyata kita harus puter balik ke tempat yang udah kita lewatin tadi, ya
cukuplah 20ribu jadi 40ribu. Oh benar – benar.
09.45 kereta paling cepet ke
Serpong. Sekarang 08.30, hah lama sekali. Hmmm, sembari menunggu teman kami
satu lagi yang sedang terjebak macet di perjalanan. Oke, menunggu. Membosankan
sekali! Namun, pada akhirnya 09.45 tiba juga. Kami turun mencari jalur Comline
ke Serpong. Alhamdulillah, karena masih di Tanah Abang jadi kami masih bisa
mendapatkan tempat duduk. 30 menit berlalu, welcome to Serpong. Kami tiba
dengan kondisi perut bernyanyi riang.
Istirahat sejenak dan kemudian
mencari angkot putih – oranye jurusan Cicangkal. Itu angkotnya. Angkot ini
mudah ditemui di rute Serpong - Cicangkal. Kami pun naik dan kami dengan tas
dan koperpun cukup mengurangi kuota penumpang angkot ini. Hahahaha. Hmmm, naik
angkot ini semacam naik apa ya? Roller coaster? Bukan, apa ya? Tornado? Seperti
mi kocok, ajep – ajep di dalem angkot. Terik matahari menambah bulir keringat. Fiuhhh,
debunya membuat hidung “pengar”. Rentetan
truk tak bergerak di jalan lain dan juga jalanan kami. Jalanan ini masih
diperbaiki dan mengakibatkan perjalanan menjadi cukup lama karena macet. Kira –
kira sejam kami sampai di komplek LAPAN. Bapak Sopirnya baik, mau nganterin
sampai masuk komplek LAPAN, depan rumah Pak Widodo, Kasubag LAPAN. Kami
bahagia. Akhirnya sampai juga. Adzan dhuhur pun berkumandang, kami ke musala
dulu untuk shalat dhuhur. Di gedung hijau sederhana ini kami bertemu orang –
orang sekitar komplek. Berbincang – bincang cukup lama, Bapaknya juga orang
Surabaya ternyata. Hmmm, setelah lama berbincang, pada akhirnya kita tahu bahwa
Pak Wid itu bukan Pak Tri Widodo Kasubag LAPAN, tapi Pak Wid yang lain.
Hahhaha, jadinya kita harus jalan ke LAPAN (yang berarti backtrack) untuk
mencari Pak Tri Widodo. Dengan barang bawaan yang cukup, kami harus berjalan di
bawah terik itu. 200 meter mungkin ya ke LAPAN. Kami sampai di pos satpam. Kami
harus berjalan kembali untuk ke Gedung Pak Tri Widodo, tapi tanpa barang.
Hahaha, semua itu kami titipkan ke Bapak Satpam. “Tok – tok, permisi mau
mencari Pak Tri Widodo”. “Mangga mangga”, jawab Pak Tri. Alhamdulillah, kami
bertemu dengan beliau. Ternyata beliau banyak bercanda, dari Adjie Pangestu
hingga wakil gubernur Banten. Duhhh, rupanya Bapak suka menjuluki orang lain
karena wajahnya mirip dengan orang terkenal. Bapaknya lucu, ramah, sersan
(serius santaii :D). Dari beliau, kami mendapatkan izin untuk tinggal di mess. Setidaknya
kami memiliki tempat tinggal. Berkat beliau juga kami jadi tahu tempat makan
(Tuan Takur), Cicangkal City (‘Kota’ terdekat), disini ada pasar. Dari kantor
Pak Tri, kami kembali ke pos satpam untuk mengambil barang, eh kami dianter ke
messnya. Maklum, kasihan ini kami bawa barang banyak. Akhir perjalanan
pencarian LAPAN, kami sampai di tempat tinggal sementara kami, yang putra
tinggal di mess, yang putri di guest
house. Syukurlahhh, KASURRR!!! Akhirnyaaa.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional |
Semoga menyenangkan :)
2 comments:
asik. Semangat KP luk :)
Hahahha, makasih Mbak Dhila
Post a Comment
Let's comment aboout this